Seorang Wanita Muda Traveler, Seorang Bayi, Dan HIV


Berpetualang ke banyak negara membuat kita  bisa melihat dan mengalami banyak hal. Aku lebih senang mengatakan bahwa berpetualang ke banyak tempat akan memperkaya hidup. Tapi, ada juga orang yang kebablasan dalam bertualang tanpa tahu kapan harus membatasi diri. Masa muda yang penuh gairah dan keinginan untuk mencoba hal-hal yang baru kadang-kadang membuat seseorang lupa bahwa perjalanan hidup masih sangat panjang daripada hanya sekedar bersenang-senang tanpa batas.

Sudah menjadi rahasia umum kalau dunia hura-hura tidak bisa dilepaskan dari para traveler yang sebagaian besar adalah orang-orang muda. Ganja, bir dingin, seks dan pesta gila adalah bagian dari kehidupan para traveler itu sendiri. Ada yang hati-hati, ada juga yang asal hantam saja ketika nafsu sudah sampai di puncak ubun-ubun seperti kisah seorang wanita muda traveler  bernama Helen (bukan nama sebenarnya) di Nkhata Bay yang akan kuceritakan dalam tulisanku ini.

Suasana Pasar Rakyat di Nkhata Bay, Malawi

Suasana Pasar Rakyat di Nkhata Bay, Malawi

Kisah Helen pertama kali kudengar ketika aku sedang nongkrong di teras lantai dua sebuah restoran, tempat aku dan beberapa teman traveler biasa nongkrong di Nkhata Bay, Malawi. Restoran yang juga sekaligus bar ini dimiliki oleh Danielle yang kisahnya pernah kuceritakan  dengan judul “Danielle, Traveler Yang Membuat Perbedaan”. Teras lantai dua ini sudah seperti markas bagi para traveler yang sekedar ingin “kongkow-kongkow”. Hampir setiap kali nongkrong disini, aku melihat seorang wanita muda bule membawa anak bayi yang berkulit lebih gelap daripada warna kulitnya. Aku berpikir pasti wanita ini telah menikah dengan seorang pria lokal. Karena penasaran tentang wanita bule yang menggendong bayi tersebut, akhirnya aku bertanya kepada Danielle, si pemilik bar yang sudah cukup lama tinggal di Nkhata Bay. Aku memang tak salah bertanya kepada Danielle karena dia memang mengenal wanita traveler itu secara pribadi. Kebetulan mereka berdua berasal dari negara yang sama, Jerman.

Danielle lalu menceritakan kisah sedih Helen yang bermula dari sebuah pesta bulan purnama di sebuah bar yang cukup terkenal di Nkhata Bay. Di Nkhata Bay sendiri, pesta liar sampai pagi sudah sangat biasa terutama pada saat weekend dan bulan purnama. Minuman keras, ganja dan musik yang hingar bingar menjadi menu utama. Dalam pesta-pesta liar seperti ini, tak hanya traveler-traveler asing yang datang. Pengunjung lokal juga biasanya hadir untuk  memeriahkan suasana. Berdasarkan pengalamanku selama menghadiri pesta-pesta semacam ini di beberapa negara Afrika,  pengunjung lokal (pria dan wanita) biasanya akan berusaha mencari kesempatan untuk mengajak “bobo bareng” traveler-traveler yang mabuk.

Helen, Si wanita muda pengelana dari Jerman ini juga menikmati pesta liar tersebut. Dia pun larut dalam kenikmatan semu dan tidak perduli dengan apa yang diperbuatnya karena sudah  mabuk berat. Dia baru tersadar ketika pagi hari dia sudah telanjang tanpa busana dengan seorang pria berkulit hitam yang juga tanpa busana berbaring di tempat tidur bersamanya. Hanya sebuah cerita klise biasa anak muda jaman sekarang yang dikemudian hari sangat disesali oleh Helen.

Pesta liar dan traveling di Malawi pun telah usai. Helen kemudian pulang ke negaranya dan memeriksakan diri. Apa boleh buat, hubungan semalamnya dengan pria Afrika yang baru dikenalnya membuat Helen terjangkit virus HIV yang mematikan itu. Bukan hanya terjangkit oleh virus HIV, dia juga mengandung benih hasil buah cinta semalamnya. Sebuah episode hidup yang mungkin tak pernah diharapkan dalam pikiran terliar Helen sekalipun.

Singkat cerita, Helen memutuskan kembali ke Nkhata Bay  untuk menikahi pria lokal yang menghamili dan sekaligus memberinya virus HIV itu. Danielle tak bercerita sama sekali apa yang mendasari keputusan Helen untuk menikahi pria yang menghamilinya. Mungkin bagi Helen, menikahi pria yang menghamilinya adalah “keputusan yang terbaik”. Paling tidak anaknya tak akan lahir tanpa bapak.

Aku pernah beberapa kali melihat suami Helen ketika dia sedang bergerombol bersama teman-temannya di depan “Danielle Cafe”. Suaminya sangat bergaya kalau dilihat dari penampilan, kombinasi  gaya “Hip-Hop” dan “Reggae”. Soal kerjaan jangan ditanya karena dia tak punya pekerjaan yang jelas seperti kebanyakan pria Malawi. Dia hanya luntang-lantung sana-sini tebar pesona……:-p. Dalam hati aku hanya bisa bertanya-tanya, entah apa yang ada di pikiran Helen ketika menikahi pria ini.

Helen memang harus menghadapi kenyataan hidup yang pahit akibat dari sebuah perjalanan masa muda yang “melewati batas”. Tak hanya harus menghadapi kenyataan melahirkan seorang bayi dan  terjangkit virus HIV, tetapi juga mempunyai suami yang pekerjaannya tidak jelas. Satu hal yang membuatku salut, Helen tak mengeluh dengan semuanya itu. Dia bukanlah tipe wanita cengeng yang hanya meratapi nasib.  Dia memilih bekerja sebagai sukarelawan dan membamtu wanita-wanita yang punya masalah yang sama dengannya.  Walaupun tak menghasilkan uang yang banyak, tapi cukuplah menghidupi keluarga kecilnya.

Bercermin dari perjalanan hidup Helen, banyak pelajaran yang bisa didapat. Berbuat kesalahan di masa muda adalah sesuatu yang wajar, tetapi kesalahan yang harus ditanggung seumur hidup hanya karena “gairah” yang tidak terkendalikan adalah sebuah kebodohan. Setiap hal ada batasnya. Nikmati masa muda dan lakukan apa yang kita mau, tetapi ingat batas-batasnya karena mungkin kita tidak pernah kembali. Dan, kalaupun kita telah melewati batas, hadapilah kenyataan dan beranilah hidup dengan segala konsekuensinya…….

Copyright: Jhon Erickson Ginting

Sumber: Pengalaman Pribadi

Copyright Photo: Jhon Erickson Ginting.