“Saya Sudah Pernah Traveling ke 75 Negara”
Judul tulisan di atas adalah ucapan seorang rekan kerja di Ankara yang kebetulan berasal dari negara tetangga, Malaysia. Sebut saja namanya Hashim. Aku tergelitik untuk menulis tentang dia karena saat itu temanku ini sangat bangga dengan banyaknya negara yang pernah dia kunjungi.
Aku dan Hashim tinggal di hotel sama dan kemudian ke apartemen yang sama karena kami berdua sama-sama tidak membawa keluarga. Aku bujangan dan dia sudah cerai sama istrinya. Kebersamaan tersebut membuat kami cepat akrab. Selain karena faktor bahasa, kami juga sama-sama pernah kerja di Petronas Carigali walaupun berbeda tahun. Entah karena merasa akrab atau alasan yang lain, Hashim banyak mengajariku (lebih tepatnya mengkritikku) tentang berbagai hal. Salah satunya adalah soal cara makanku yang selalu mengeluarkan suara berdecap. Menurut dia, cara makan yang menimbulkan suara seperti itu termasuk “menjijikkan” bagi para bule yang satu meja makan siang dengan kami. Kantor kami memang melakukan acara makan siang bersama setiap hari.
Walaupun kesal dan ingin menonjok muka Hashim karena keterusterangannya, aku menerima saja kritikannya dan berusaha makan tanpa menimbulkan suara berdecap. Maklumlah, dia lama tinggal di Ingris sehingga merasa lebih tahu tentang orang bule. Tetapi, ternyata tak hanya soal makan Hashim merasa lebih tahu dan lebih berpengalaman. Dalam banyak hal lain, dia juga merasa lebih pengalaman, salah satunya adalah soal traveling. Dengan bangganya dia bilang bahwa dia sudah pernah traveling ke 75 negara di dunia, suatu jumlah yang sangat banyak. Sebagai orang yang bekerja di bidang drilling, orang-orang seperti kami memang banyak bepergian menjelajahi dunia. Sebagai konsultan yang termuda di kantor, tentu saja aku yang paling sedikit mengunjungi negara-negara di dunia. Saat itu aku baru menjelajahi sekitar 18 negara.
Mendengar banyaknya negara yang dia kunjungi, aku pun tak segan mengajak Hashim berjalan kaki menyusuri lorong-lorong kota Ankara. Sebuah hobi yang sangat kulakukan ketika pertama kali berkunjung atau tinggal di sebuah kota. Ternyata reaksi Hashim sangat bertloak belakang dengan apa yang aku harapkan. Dia menolak ajakanku karena dia takut dengan kondisi Ankara yang dianggapnya berbahaya.
Sebagai orang yang mengaku pernah traveling ke 75 negara, alasan Hashim sangat tidak masuk akal. Kawasan kami tinggal memang kawasan yang paling elit di Ankara bernama Kavaklidere dimana kedutaan berbagai negara dan juga istana Presiden tak jauh dari lokasi kami tinggal. Bisa dibilang Kavaklidere itu sepertinya Menteng-nya Ankara. Namun demikian, bukan berarti kawasan lain di Ankara adalah kawasan yang rawan. Serangan bom dari seperatis Kurdi (PKK) memang sesekali terjadi, tetapi biasanya ditujukan kepada fasilitas pemerintahan. Kalau dipikir-pikir, kawasan kami tinggal jauh lebih berbahaya karena disana banyak kantor pemerintahan Turki dan perwakilan negara-negara asing.
Selidik punya selidik, Hashim akhirnya mengaku jika dia tidak pernah “sidetrack” selama perjalanannya di berbagai negara yang sebagian besar karena urusan kantor. Dia hanya tahu kantor dan rumah dan sesekali bar atau diskotik. Selebihnya dia sama sekali tak mau tahu. Demikian juga selama berada di Ankara, dia tak pernah kemana-mana selain kantor, apartemen, dan bar. Dia memang mengaku pernah ke Istanbul bertahun-tahun lalu saat pesawatnya transit. Tetapi, dia hanya berkunjung ke Blue Mosque dengan taksi dari bandara. Setelah dia selesai melihat Blue Mosque, Hashim pun kembali ke bandara dengan menumpang taksi yang sama.
Setelah mendengarkan cerita Hashim dan bujuk rayu yang banyak, akhirnya Hashim ikut juga denganku menyusuri sebagian kecil Ankara dengan jalan kaki. Kami mengunjungi beberapa tempat bersejarah peninggalan Kerajaan Romawi yang tak jauh dari apartemen kami seperti Temple of Agustinus, Roman Bath dan Column of Julian The Apostate. Sepanjang jalan, aku harus mengorbankan kupingku mendengar ocehan Hashim yang sangat paranoid karena dia selalu merasa bakal ada orang yang berencana jahat kepada kami di sepanjang perjalanan. Aku hanya tertawa melihat keparanoidan temanku ini. Untuk membuat suasana semakin menegangkan buat dia, aku sengaja baru mengajaknya pulang setelah hari mulai gelap. Sepanjang jalan pulang, ocehan paranoidnya semakin parah seakan-akan kami diikuti oleh sekumpulan penjahat yang ingin merampok kami. Ocehan Hashim baru berubah positif setelah kami kembali ke apartemen.
“Ankara is not as bad as I thought,” celotehnya.
Kalau dipikir-pikir, berapa banyak dari kita yang seperti Hashim, selalu pamer soal banyaknya negara yang pernah dikunjungi, tetapi sebenarnya tak pernah benar-benar berada di negara tersebut. Kita hanya tahu satu dua tempat wisata di suatu negara, tetapi sama sekali tak mengerti tentang kehidupan, budaya, dan hal-hal lain. Berapa banyak dari kita yang sangat acuh dan cuek terhadap adat istiadat dari tempat yang kita kunjungi. Belum lagi rasa takut dan paranoid seperti yang dialami oleh Hashim ketika berjalan sendiri. Anehnya, kita sangat bangga memakai baju bertuliskan “Backpacker, “Traveler” atau “Adventurer” dengan huruf-huruf yang sangat besar sehingga bisa terbaca dari jarak ratusan meter. Sebenarnya kita tak lebih dari seorang turis yang suka keramaian dan mencari kenyamanan. Seharusnya, traveler itu mencari jalan, petualangan dan tantangannya sendiri………
Copyright: Jhon Erickson Ginting
Sumber: Pengalaman Pribadi
Copyright Photo: Jhon Erickson Ginting
Padahal di negara lain, mengecap makanan itu sebagai salah satu bentuk apresiasi terhadap si pembuat makanan ya bang. Aku lupa negara mana, tapi pernah baca.
Duh 75 negara tapi cuma sambil lalu ya sayang ya. Apalagi kalo dibandingin sama jalan ala bang John hahaha, kebanting abis.
Benar Har, kita bepergian untuk mencari sesuatu yang berbeda dan cara termudah untuk melakukan sebuah perjalanan adalah berbaur dengan orang-orang setempat. Aku sih tidak heran dengan temanku ini karena aku kenal banyak orang seperti ini juga. Dulu aku kenal nenek2 yang sudah pergi ke seratusan negara tapi lewat tur semua.
regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
iya, benar sekali bang.. esensi dari sebuah perjalanan kan bukan kita telah mengunjungi tempat itu, tetapi sejauh mana kita mencoba berbaur dan hidup bersama dengan masyarakat lokal di daerah yang kita datangi tersebut..
Selalu saja ada hal baik dalam setiap langkah kita kemanapun pergi, kemarin sewaktu perjalanan pulang dari kota Pai ke Chiang Mai, di tengah utan motor gua mogok gara-gara selang bahan bakar lepas, udh di coba perbaiki tetap gk bs, tiba2 saat mendorong kendaraan eh muncul serombongan warga lokal yang bantuin dan ternyata gk hidup juga tuh motor, mereka tawarkan motor nya di bawa pake pickup mereka dan di drop ke kota terdekat untuk perbaiki.. Pengalaman yang luar biasa
We never know when we are in trouble Karn…So, try to make friends with everyone terutama saat kita melakukan perjalanan di negara orang. Alert harus ada, tetapi tak membuat kita menjadi paranoid. Orang-orang setempat akan merasa dihargai ketika kita menghargai hal-hal yang mereka percaya dan pegang. Sama seperti kamu, aku pun sudah sangat sering ditolong oleh orang-orang lokal sehngga bisa balik ke Indonesia dalam keadaan hidup…..:-) regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
sebagai pejalan remah-remah rempeyek, aku setuju sama tulisan ini. Tapi bukan berarti iri sama yang suka mengumumkan udah pergi ke berapa negara kok. Semoga dengan semakin banyak negara yang kita datangi, tercermin juga ke tingkah laku yang semakin bijak dan menghormati adat istiadat setempat, bukan kayak pejalan alay yang banyak muncul belakangan ini.
Dita, Cemburu itu wajar jika kita semakin bersemangat ingin jadi lebih maju dan bukan jadi nyela….Sedangkan yang udah pengalaman memang perlu belajar menahan diri juga. Semoga komunitas-komunitas traveling juga mulai mengajar tentang pentingnya menghormati alam, mahluk hidup, adat istiadat dari tempat2 yang kita kunjungi….
regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Saya pun juga ikut tergelitik buat komen.
Setuju dengan paragraf terakhir!
IMHO, gaya jalan Hashim masih turis banget, yg semata-mata cuma “wah” di destinasi aja. Ya mungkin aja kebawa dari sifatnya yg kurang mau tahu apa-apa.
Lalu utk tren pake kaos bertuliskan “My Trip My Adventure”, NatGeo Traveler, blabla..
Ah, udah banyak banget kawula2 muda yg kayak gini.
Pdahal jalannya juga masih rame-rame, cuma ke 1 tujuan, buang sampah sembarangan, selfie di TKP, langsung self-proclaimed di social media: “TRAVELER”. What?!
“It’s not just about the destination, but the journey”
http://makanangin-travel.blogspot.com/
Memang banyakan orang memang lebih menjadi turis yang hanya ingin menikmati hal-hal yg disukai saja. Sedangkan para traveler/adventurer memang lebih suka mencari tantangan. Tak salah sebenarnya karena dua-duanya beda. Kalo yang lagi ngetrend di Indonesia memang anak-anak muda yang doyan pakai baju traveler/adventurer tapi kelakuan ngerusak. Aneh saja memang karena aku mulai melakukan petualangan sejak kelas 1 SMA dan kuliah sempat ikut Wanadri di kampus. Jadi, aku dapat pelatihan berbagai macam hal termasuk berinteraksi dengan mahluk hidup, alam, lingkungan, adat istiadat, dsb. Sedangkan sekarang banyak orang yang doyan jalan-jalan itu basisnya komunitas. Yang penting rame dan hepi, tapi kurang dalam hal empati terhadap lingkungan sekitar. Disitu mungkin perbedaannya.
regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
jadi inget taun lalu saya backpackeran ke lombok, trus masuk terminal disamperin preman, saya cerita ke dia klo saya jalan sendiri dgn uang yang minim sambil nunjukin dompet saya, eh sama tu preman saya di anterin ke temenya supir engkel dan ga usah bayar 🙂
“Lombok is not as bad as I thought,” xD
Milzam, Enjoy every experience you got in a journey, good or bad. Dan, tetap ramah dengan sekitar walaupun harus selalu waspada. Disitulah seninya ketika melakukan perjalanan seorang diri….. regardsJ.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Wah kebanyakan parno gak bagus ya, kan katanya worrying gets you nowhere.
Kalo jalan-jalan belom dipalak dan diusir satpam di terminal belom seru hehe.
Some people have weaker nerves…..lol…:-) regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Saya rasa, Hasim berhak dapat sedikit apresiasi. 75 negara itu tidak sedikit dan saya cukup kagum dia sudah punya banyak intro ke banyak negara. Disayangkan dia pamer, padahal dia bisa mengganti semangat pamernya jadi sesuatu yang baik.
Hi Mumun, Bagi kami orang minyak, traveling dan tinggal di berbagai negara itu hal biasa. Jadi, bukan hal yang perlu dipamerkan terutama, kepada sesama orang minyak. Saya sendiri sudah pensiun terbang sana-sini dan memilih menetap di Indonesia sejak menikah 5 tahun yang lalu walaupun banyak kesempatan untuk menetap dan bekerja di benua lain. Akibatnya negara yang saya kunjungi tak sebanyak teman saya tersebut. Saya berhenti di angka 32 negara. Tapi, tetap sayang sekali ketika kita bepergian ke berbagai negara tak banyak hal yang kita tahu dari tempat yang kita kunjungi……:-)
regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Tulisan keren bang! Nemu blog ini gara-gara nyari blog sendiri di gugel yg tau-tau ilang. Wah, ada bahan buat bacaan tiap hari yang menginspirasi nih.
Selamat menikmati klo begitu Ndra……Mejuah-juah….:-)
regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Iya bang, salam mejuah-juah!
Buahahaha keren bang ceritanya. Saya sendiri suka nyesel juga sih, suka diajak pergi antar kota tapi malah tidak tertarik mendalami kota-kota tersebut. Jadinya, ya…cuman “been there”, tapi belum “done that”.
Senyum senyum sendiri baca ini, this what happend now bang. Perjalanan tak akan bercerita seberapa banyak negara yang dikunjunginya, tapi….. entahlah *dibuletsari hahaha.
Whatever whatever, mbolang zaman kita beda banget sama anak sekarang, Duh! ketahuan deh umurnya. hahaha
Malaysia memang lebih banyak akses ke negara lain dengan adanya bebas visa buat mereka. Tapi di sisi lain, boros devisa juga ya, kalau terlalu warganya terlalu mudah kemana-mana.
wkwkwkw, si hasyim ngaku nya duank ya admin 75 negara ,tapi engga nikmatin negaranya tersebut ,lain kali ajak” ngopi lagi admin, klw berkunjung ke negera berikut nya ,biar engga negatif thingking , dintunggu certia berikut nya admin , jgn pernah bosan” updte ya admin..
Membaca ini, membuatku teringat dengan salah satu mantan kolega. Dia dengan pede nya sesumbar, bilang, “aku udah ke 50 negara lho”.. Dan menyebutkan salah satu negara yang pernah dikunjunginya adalah Sudan. Selidik punya selidik, ternyata dia di Sudan hanya transit doang. Itu pun tak keluar dari pesawat, hanya transit satu jam, menunggu pesawat untuk isi bahan bakar. Dan rupanya, banyak negara yang dia sebut, statusnya seperti ini…. hadehhhh…