“Kisahku” Dengan Para Wanita Timur Tengah


Beberapa tahun lalu dalam perjalananku yang kedua kali di Yordania, aku tersesat saat sedang mencari hotel murah yang menjadi tujuanku di kota Amman. Salju mulai turun deras dan udara sangat dingin.  Yang pasti, aku butuh pertolongan. Ranselku yang berat dan perut lapar membuat dingin sangat menyiksa. Aku ingin segera mendapat tempat berteduh dan makan makanan hangat.  Jalanan sangat sepi karena orang  pastinya lebih senang berteduh di rumah.

Setelah berjalan kaki beberapa saat, aku bertemu dengan dua orang wanita di jalan. Tentu saja aku bertanya kepada mereka soal tujuanku. Aku sangat berharap kedua wanita akan memberikan waktunya sebentar untuk menolongku memberi arah. Tetapi, itu hanya ada di angan-anganku. Keduanya malah memandangku dengan wajah marah dan pergi begitu saja. Aku tentu saja agak bingung karena Yordania adalah salah satu negara Arab yang “liberal”. Aku tak akan melakukan hal ini jika berada di Kuwait, Saudi, Qatar, dan lain-lain. Yordania bersama Irak dan Suriah dulunya adalah negara-negara yang paling liberal di Timur Tengah sebelum konflik terjadi.

Ketika aku telah tiba di hotel yang kutuju oleh bantuan seorang “teman”, aku bertemu dengan Johu, pemuda asal Finlandia yang menetap dan bekerja di Dubai. Malam itu juga kami menjadi akrab. Setelah menceritakan kejadianku dengan dua wanita yang kutemui di jalan, Johu  mengajakku nongkrong di sebuah diskotek di kawasan orang-orang kaya di Amman yang tak jauh dari hotel.  Tentu saja aku banyak bertemu dengan wanita yang berpakaian terbuka di sana tak ubahnya “anak-anak gaul” di Jakarta.

“You can talk to a woman in here, not on the street,” ucap Johu menasehatiku sambil tersenyum.  “You supposed not to talk to any random female on the street or you will be in trouble.”

 “I know. I have been traveling in several countries in the Middle East. I thought Jordan is one of the most liberal,” ucapku.

“But,  you should not do it on the street,” ucap Johu lagi.

“I know that, but I needed a help,” jawabku.

Beberapa minggu setelah kejadian di Amman, Yordania, aku melanjutkan perjalananku ke Sinai dan kemudian Kairo, Mesir . Kali ini aku bertemu dengan wanita Koptik Mesir yang menjaga toko kue keluarganya tak jauh dari penginapanku di sekitaran Midan Tahrir, Kairo. Aku mengetahui dia beragama Kristen Koptik karena ada tanda salib di dinding rumah seperti rumah-rumah orang Koptik pada umumnya. Ketika tahu wanita ini beragama Koptik, aku sangat senang karena selain ingin berkenalan, aku juga ingin tahu seperti apa kehidupan orang Koptik di Mesir. Aku menganggap orang Koptik pasti lebih liberal. Tetapi, dugaanku salah. Wanita ini sama sekali tak menjawab sapaanku dan malah marah-marah dalam bahasa Arab yang tak kumengerti. Sekali lagi aku salah soal wanita di Timur Tengah. Sepertinya, perlakuan konservatif terhadap wanita tak terbatas agama, tetapi mungkin lebih kepada budaya. Gara-gara kejadian di Kairo ini, aku jadi tak berani menyapa gadis Koptik penjaga apotik di Aswan yang sangat cantik karena selain takut dimarahin, bapaknya ada di sebelahnya…..:-p.

Seorang Gadis Mesir Di Philae Temple

Seorang Gadis Mesir Di Philae Temple

Sebuah pertemuan dengan pria Yemen di Masjid Salahuddin Al Ayubi di Kota Tua Kairo ketika aku jalan-jalan di sana dengan seorang teman mempertegas keadaan bahwa aku tak boleh sembarangan berurusan dengan wanita Timur Tengah. Pria ini memeluk aku dan temanku seperti seorang sahabat yang sudah lama tak bertemu gara-gara dia tahu kami berasal dari Indonesia. Dia tak perduli aku non muslim dan tetap menganggapku sebagai saudara. Dengan sangat antusias, dia mengundang aku dan temanku untuk datang ke rumahnya di Sanaa, Yemen. Namun begitu, walaupun dia sangat bersahabat dengan kami, tak sekalipun dia memperkenalkan istrinya kepada kami seperti layaknya budaya di Indonesia atau negara-negara lain. Istrinya hanya menunggu sekitar 10 meter dari kami dan tidak beranjak dari posisinya selama kami ngobrol-ngobrol.

Aku juga pernah mendengar dari temanku orang Malaysia ketika dia bermalam dengan pacarnya yang non muslim keturunan Tionghoa  di rumah seorang tetua kampung di sebuah desa di Suriah. Sang tetua kampung tidak keberatan dengan temanku tidur satu rumah bareng pacarnya walaupun mereka tak menikah. Tetapi, sang tetua memperingatkan temanku ini supaya “tidak menganggu” anak-anak perempuannya dan keluarganya.

Seorang Wanita Mesir Ditemani Ortunya

Wanita-Wanita Di Kairo

Beberapa kejadian ini jelas saja membuatku sangat berhati-hati berurusan dengan wanita di negara-negara Timur Tengah yang kulewati karena aku jelas tak mau mengganggu adat istiadat setempat. Bisa berabe urusannya. Kelompok-kelompok masyarakat di Timur Tengah walaupun se-modern dan seterbuka Turki masih melaksanakan pembunuhan atas nama kehormatan. Aku tak mau terjadi kesalahpahaman sehingga membuat kekonyolan yang tak perlu.  

Terus-terang, karena kehati-hatianku, aku jadi ragu-ragu untuk sekedar menyapa sampai suatu saat aku tiba di Luxor, Mesir. Saat itu aku makan siang di sebuah restoran cepat saji lokal. Masuklah seorang wanita muda dan beberapa temannya. Harus kuakui wanita ini sangat cantik sehingga tak sanggup aku tak meliriknya. Aku memang lolos beberapa lirikan, tetapi akhirnya dia menangkap lirikanku juga. Aku merasa sangat tak enak hati karena takut wanita ini bakal marah. Eh, ternyata aku salah lagi. Dia malah tersenyum manis menatapku. Jujur, aku jadi salah tingkah setengah mati. Kami senyum dan saling tatap beberapa saat. Saat aku keluar dari restoran ini, aku menyapanya untuk sekedar berkenalan dan ngobrol-ngobrol sebentar, tak lebih. Maklum saja, aku tak mau urusan jadi berabe ketika orang-orang yang mungkin tidak senang dengan ulahku membuatku berada dalam masalah……

Yup, begitulah petualanganku di beberapa negara Timur-Tengah dengan wanita-wanita lokal di sana. Sebagian besar dicemberutin walaupun akhirnya mendapatkan senyuman yang sangat manis pada akhirnya.  Semoga teman-teman lain mendapatkan pengalaman yang lebih beruntung…..:-).

Copyright: Jhon Erickson Ginting

Sumber: Pengalaman Pribadi

Copyright Photo: Jhon Erickson Ginting