Dari Hanoi Ke Kathmandu Dalam Gambar: “Yunnan” (Part 3, Qiaotou Dan Tiger Leaping Gorge)
Kelima temanku dari Lijiang (Suzia, Rasmus, Paul, French dan Daniel) mengajakku trekkin di Tiger Leaping Gorge. Tiger Leaping Gorge adalah lembah Sungai Jinsha (anak Sungai Yang Tze) yang terkenal dengan jalur trekkingnya. Nama “Tiger Leaping Gorge” (Lembah Harimau Loncat) sendiri diambil dari cerita rakyat tentang harimau yang suka melompati lembah sungai di celah tersempit untuk menghindari pemburu. Diapit oleh dua gunung setinggi lebih dari 5000 m Haba Mountain dan Jade Snow Dragon Mountain, Tiger Leaping Gorge menawarkan pemandangan yang spektakuler. Paling tidak itulah pendapat kelima temaku. Sebenarnya aku tak pernah punya rencana ke tempat ini karena aku mau langsung menuju Shangrilla dan Deqin, tapi mereka berhasil membujukku. Kami lalu menyewa sebuah minibus kecil dengan harga sewa RMB 500 menuju kota Quaitao, kota kecil yang menjadi titik awal trekking kami menuju Tiger Leaping Gorge. Ransel-ransel kami titipkan di Jeanny’s House, sebuah penginapan di Quaitao. Kami hanya membawa ransel kecil yang cukup menampung keperluan untuk selama 1 malam. Trekking akan memakan waktu sekitar 2 hari satu malam karena jarak yang cukup jauh, sekitar hampir 20 km.
Jalur trekking Tiger Leaping Gorge memang cukup menantang disertai pemandangan yang cukup indah dan penuh dengan tanjakan. Tanjakan trekking disini cukup curam dan bikin paha rasanya mau putus. Beberapa pemilik kuda berdiri sambil menunggu “calon klien” yang mungkin tak sanggup menaiki tanjakan-tanjakan yang curam ini.
Perjalanan kami di hari pertama berhenti di “Half Way Guesthouse” karena hari telah menjelang malam. Kami berjalan selama lebih dari enam jam dan rasanya cukuplah trekking untuk satu hari. Beruntung kami masih bisa mendapat tempat tidur karena ramai traveler yang datang kesini untuk menginap. Saat makan malam aku mengutarakan niatku kepada kelima teman baruku untuk melanjutkan perjalanan saat subuh karena mau mengejar bus ke Shangrilla. Mereka tak masalah dengan rencanaku dan mengucapkan selamat berpisah sebelum kami tidur.
Pagi-pagi sekali aku bangun. Kebetulan penjaga guesthouse juga sudah bangun sehingga aku bisa sarapan pagi. Dia memasak dua mangkuk noodle soup pagi itu. Ternyata bukan hanya aku saja yang akan berangkat subuh melanjutkan trekking ke Tiger Leaping Gorge. Seorang traveler Cina yang bekerja sebagai wartawan di Beijing punya tujuan yang sama denganku. Berangkatlah aku bersamanya. Kami berkenalan di jalan. Dia hanya mau dipanggil dengan nama singkata “Yu”.
Menjelang tengah hari aku dan Yu tiba Tina’s Guesthouse and Restaurant. Kami berdua sepakatsiang disana sebelum turun ke Tiger Leaping Gorge. Setelah makan siang, kami turun menuju Tiger Leaping Gorge melalui tangga yang tak jauh dari Tina’s. Cerita lengkap soal pengalaman kami di Tiger Leaping Gorge sudah pernah aku ceritakan di tulisanku yang berjudul Orang Naxi Dan Pemalakan Di Tiger Leaping Gorge
Aku menghabiskan beberapa jam bersama Yu menyelusuri beberapa bagian Tiger Leaping Gorge. Setelah puas menikmati keindahan TIger Lepaing Gorge dan dipalak penduduk lokal, kami kembali ke Tina’s dengan jalur yang berbeda ketika kami turun. Di Tina’s kami kembali menikmati nongkrong sambil menikmati teh manis panas sambil menunggu minibus yang akan mengantar kami kembali ke Quaitao.
Dalam perjalanan pulang menuju Quaitao dengan minibus, aku bertemu dengan Margo di dalam sebuah minibus. Margo adalah wanita Inggris yang sangat terkenal di Tiger Leaping Gorge. Dia seperti sebuah legenda hidup disana sebelum dia meninggals setahun lalu. Aku pernah bercerita sedikit tentang dia di Wanita-Wanita Petualang Dan Pebisnis
Aku berpisah dengan Yu di Quaitao dan teman perjalananku berikutnya adalah Matt, mahasiswa asal Kanada yang juga satu minibus denganku. Kami berdua sepakat jalan bareng menuju Zhongdian yang oleh Pemerintah Cina diubah namanya menjadi Shangrilla.
Copyirght: Jhon Erickson Ginting
Sumber: Pengalaman Pribadi
Copyright Photo’s: Jhon Erickson Ginting
Sumpah liat gambar-gambarnya jadi langsung pengen hiking di sana. Keren!
Siiplah Bam….ditunggu perjalananmu kesana sebelum kawasan itu dibenamkan oleh Pemerintah CIna jadi bendungan……
regards
je
Asli nih pemerintah China, kayaknya semua tempat wisata yang keren dan masih alami harus cepet-cepet didatengin sebelum berubah wujud/fungsi. Beberapa bulan yang lalu sempet ke daerah Dazhai di China selatan. Daerahnya masih alami dan penduduknya juga masih bersahaja. Tapi di sana lagi dibangun cable car, yang artinya mass tourism is coming very soon. Ga tau harus senang karena masyarakat lokal bisa dapet pendapatan tambahan, atau sedih karena kealamian tempat itu jadi terancam.
Total perjalanan Hanoi – Kathmandu ini berapa lama? apa ini di rencanakan sebelumnya semuanya atau play by ear? dan perjalanan seperti ini kapan sebaiknya, maksudnya apakah bulan februari bulan bagus untuk melakukan perjalanan darat ini?
Mbak Nina, Total lama perjalanan adalah 24 hari. Soal perencanaan, saya selalu bikin rencana di mana mulai dan di mana berakhir. Mulai dari Hanoi dan berakhir di Kathmandu. Selebihnya improvisasi semua, apalagi tanpa buku panduan karena buku panduan Cina saya dirampas imigrasi di perbatasan. Modal denger2 dari orang saja kebanyakan. Ada yang bilang kota ini bagus saya ke sana. Tapi, saya juga ngecek di internet apakah kota2 yang direkomendasikan oleh sesama teman traveler sesuai jalur saya menuju Kathmandu seperti Dali, Lijiang, Qiatao (Tiger Leaping Gorge), Shangrilla (Zhongdian). Bisa dibilang hanya Shangrilla yang masuk dalam rencana saya karena terpengaruh oleh namanya. Saya terinspirasi oleh James Hilton, pengarang buku Lost Horizon….:-) yang menceritakan Shangrila sebagai tempat yang sangat indah. . Banyak perjalanan saya memang terinsipirasi dari sejarah2 kuno, mististisme, spritual, perang, dan film India Jones…hehehe. Soal waktu terbaik, musim gugur sekitar september-Oktober adalah yang terbaik, tetapi Februari juga bukanlah pilihan yang buruk. Asal jangan pilh bulan Juni -Juli karena hujan dan langit mendung sering terjadi. Saya tak tahu apakah ada perjalanan darat ke TIbet dari Lijiang atau Zhongdian lagi karena sekarang aturannya ketat sekali masuk Tibet. Dulu, saya datang ke sini banyak perjalanan jip darat menuju Tibet yang dilakukan secara ilegal alias tanpa permit. Mungkin sekarang semuanya harus lewat udara dan dalam grup tur supaya lebih mudah mengontrol turis yang masuk. Semoga membantu. regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
Wah terima kasih ya atas keterangannya. Beberapa tahun lalu saya pernah berencana untuk melakukan perjalanan ini, dari Kathmandu ke Lasha lewat darat, tapi kata tour groupnya dalam satu group ga boleh dari negara yang berbeda, padahal partner saya (suami) bukan orang Indonesia… jadilah gagal perjalanan tersebut, kata operatornya coba lagi tahun depan….
Sekarang itu semua masih jadi impian yang belum kesampaian, saya juga belum tau lag bagaimana merencanakan perjalanan darat ini lagi, tahapnya masih mengumpulkan info saja…. 😦
Nina
Sekarang ke Tibet memang repot karena harus ikut grup tur dan harus berasal dari satu negara pulak, Tidak seperti jaman saya dimana semua bisa dilakukan dengan independen. Tapi, pemerintah China juga tak bisa disalahkan karena Tibet memang wilayah yang bergejolak. Orang2nya ingin merdeka. Pertentangan antara Orang Tibet dan orang Han (mayoritas suku di China) sangat tajam bahkan sudah mirip diskriminasi (sesuatu yang belum saya ceritakan dalam blog). Jujur saja, selama di Lhasa, Tibet saya memang bertemu dan terlibat obrolan berat dengan beberapa pemuda Tibet yang mendukung kemerdekaan. Seperti biasa, saya tak puas hanya jalan2 biasa. Beberapa kafe di Lhasa tengah malam masih selalu ramai dan anak2 muda Tibet yang pro kemerdekaan memanfaatkan traveler2 dari luar untuk mengirim pesan2. Ini yang mungkin tak dimaui oleh pemerintah China sehingga sekarang perjalanan ke Tibet harus lewat grup tur dan diawasi dengan ketat. Semoga rencananya cepat terkabul Mbak Nin. Mungkin jika belum bisa ke Tibet, ke Lijiang, Shangrila atau Deqin bisa dilakukan. Ketiga tempat ini tak kalah indah dengan Tibet. Tetapi, memang harus diakui Tibet punya mistisnya sendiri yang tak dimilik tempat2 yang lain…:-)
J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/