Somalia………


Berita soal penyanderaan pelaut-pelaut Indonesia lagi santer-santernya tapi tak ada salahnya juga kalau aku bercerita soal kisal ngalor-ngidulku dengan orang-orang Somalia di Mombasa, sebuah kota tua yang dulunya merupakan ibukota Kenya sebelum pindah ke Nairobi. Kota ini dibangun oleh saudagar Arab yang datang kesini beberapa abad yang silam. Rumah-rumah tua di pemukiman Arab terletak dipinggir laut yang lebih dikenal sebagai “Old Town”. Kalau aku perhatikan Mombasa mirip seperti Stonetown di Zanzibar. Rumah-rumah yang sangat rapat satu dengan yang lainnya dengan lorong-lorong yang sempit tidak ubahnya seperti daerah Karet di Jakarta atau Cisitu di Bandung. Rumah-rumahnya mirip dengan rumah-rumah gaya melayu di Indonesia. Sayang, aku tidak mengeluarkan kameraku dengan lensa super gede karena alasan keamanan. Tidak ada turis atau traveler lain yang jalan di Mombasa saat itu, hanya aku sendiri. Sejak kerusuhan memang tak ada turis yang datang kesini.

Karena Old Town merupakan daerahnya orang-orang Arab, tempat ini juga menjadi tempat para pengungsi dari Somalia. Banyak mereka yang lari dari Somalia karena perang saudara berkepanjangan. Sialnya, mereka juga membawa senjata-senjata yang mereka pakai berperang ke negara-negara tujuan pengungsian mereka. Mungkin karena kedekatan agama dan budaya, orang-orang Somalia yang juga keturunan Arab ini lebih senang tinggal di Mombasa dibanding kota-kota di Kenya lainnya. Mereka diterima dengan baik disini padahal di Tanzania, orang Somalia punya reputasi buruk karena banyak diantara mereka menjadi perampok bersenjata sekitar awal 90-an. Mereka sangat terkenal dengan pembajakan bus. Para perampok Somalia ini tidak segan-segan membunuh korbannya jika para korbannya dianggap terlalu lamban memenuhi tuntutan mereka. Tentara Tanzania kemudian menyerbu ghetto-ghetto pengungsi Somalia dan mengusir mereka dari Tanzania. Di Kenya, mereka tidak diusir oleh pemerintah walaupun reputasi mereka buruk karena dianggap sebagai biang biang perampokan di Kenya.

Aku berkesempatan ngobrol dengan orang-orang Somalia yang bermukin di Mombasa ketika aku sedang melelepas lelah di Fort Jesus yang berada di kawasan Old Town. Beberapa orang lagi duduk-duduk ngumpul di halaman di luar benteng. Aku awalnya tidak tahu kalau mereka pengungsi Somalia. Mungkin karena penasaran dengan wajahku yang mirip Arab, seorang dari mereka kemudian bertanya apakah aku orang Arab. Setelah aku jelaskan aku orang Indonesia pertanyaan mereka berlanjut soal agamaku. Pertanyaan soal agama mirip banget dengan orang Indonesia….:-p. Ketika aku bilang agamaku Kristen suasana sedikit jadi kikuk tapi mencair setelah mengatakan bahwa aku punya banyak keluarga yang muslim. Salah satu orang dari mereka kemudian bercerita soal temannya yang beristrikan orang Indonesia dan mempunyai 10 anak. Aku garuk-garuk kepala sedikit bingung karena menurutku cuma cewek Indonesia yang setengah gila yang mungkin mau pergi ke Somalia yang super duper miskin dan dilanda perang mau menikah dengan cowok Somalia. Mereka juga bilang banyak orang Indonesia yang tinggal di Somalia. Aku makin bingung dibuatnya. Orang Indonesia gila mana yang mau tinggal di Somalia? Aku bilang dengan sedikit sewot kalau aku tak mempercayai ucapan mereka. Ucapan mereka mulai ngaco semua. Banyak orang Indonesia juga nggak tahu dimana Somalia berada. Jelas-jelas maksa banget. Sempat terjadi perdebatan kecil tapi tetap yang waras ngalah….:-p. Aku kemudian mikir mungkin saja orang Somalia ini berkata benar. Untuk daerah-daerah perang seperti Palestina dan Iraq, ada TKW Indonesia yang bekerja disana. Aku sendiri pernah bertemu dengan TKW Indonesia di Erbil Irak waktu aku bekerja disana.

Orang-orang Somalia ini terkejut ketika aku baru saja keluar dari Irak. Mereka pikir aku tentara. Kelihatannya mereka sedikit takut dengan hal-hal berbau perang dan tentara. Kebanyakan orang Somalia di Mombasa ini sudah menjadi warga negara Kenya begitu kata mereka. Aku juga tidak mengerti bagaiman mereka bisa bertahan hidup karena tak satupun mereka kelihatannya bekerja walaupun mereka mengatakan mereka punya pekerjaan. Sejak pagi mereka duduk-duduk di depan Fort Jesus sambil memakan sebuah jenis dedaunan dan bir serta minuman beralkohol lainnya. Mereka tahu juga isi pikiranku dan memberikan alasan aneh lainnya bagaimana mereka bisa bertahan hidup. Mereka mendapat bantuan dari keluarga-keluarga mereka yang sudah berhasil. Aku sebenarnya nih orang Somali ngibul semua tapi karena sudah dua hari di Mombasa tak ada teman ngobrol, ngobrol nggak jelas dengan merekapun aku ladenin. Biar sama-sama gendeng sekalian…..:-p.

Selagi asyik ngobrol tiba-tiba ada orang Somalia lain yang datang entah dari mana langsung sok akrab ngobrol denganku. Dia memperkenalkan diri sebagai Muhammad dan baru saja datang dari Somalia. Dia bilang bahwa temannya berjanji akan datang ke Mombasa tetapi temannya itu tidak pernah datang. Katanya lagi uangnya sudah habis dan kemarin dia baru telepon temannya di Nairobi. Dia

“I am Mohammed. Ijust came from Somalia,” katanya memperkenalkan diri. Tanpa ada jeda dia langsung aja ngomong, “My friend asked me to come here to do some bussines but he never comes.

“So?” tanyaku pura-pura ingin tahu.

“My money is gone. Yesterday he called me that he is in Nairobi. He asked me to go there. He will give me a job there but I don’t have money to go.”

Sebelum dia menyelesaikan kalimat gombalnya, aku langsung memotong dan berkata dengan sinis, “Sorry man, your problem is not my fucking concern!”

Aku memilih pergi saja dari situ daripada ngobrol semakin nggak jelas dengan orang ini dan balik ke hotel. Malas aku mendengar cerita penipuan model begini. Kelanjutan ceritanya aku sudah bisa tebak. Dia akan minta uang dan dan memberikan sebuah alamat di Nairobi. Entah alamat siapa. Dia akan mengatakan kalau dia akan menggantikan uangku di Nairobi. Sudah banyak cerita tentang “kenakalan” para orang Somalia ini.

Ketika aku tiba di hotel, aku bertemu Abdul yang bekerja sebagai salah satu karyawan hotel tempat aku menginap. Abdul adalah bekas rampok yang sudah bertobat. Aku cukup akrab dengan dia. Dia terkejut ketika aku bilang aku barusan saja ngobrol dengan orang-orang Somalia di Fort Jesus.

“Don’t make friend with them. They are bad. They are thieves. They like to eat mira’ah and drunk,” kata Abdul menasehatiku. Mira’ah adalah sejenis tumbuhan yang punya efek candu dan biasanya biar lebih membuat fly paling enak dimakan sambil minum minuman beralkohol. Thieves di Kenya artinya perampok bersenjata berat (senapan mesin, shotgun dan bahkan granat) bukan pencuri seperti yang tertulis di kamus-kamus Inggris-Indonesia. Aku bingung juga melihat reaksi Abdul. Hanya dia yang paling tahu kenapa dia berkata seperti itu kepadaku dan aku tidak pernah bertanya. Dia yang bekas kriminal saja bisa begitu negatif dengan orang orang Somalia. Reputasi orang Somalia sebagai “bad guy” memang sudah sangat terkenal rupanya, bahkan diantara sesama bangsa Afrika. Sekarang, ditambah dengan kasus-kasus perompakan yang terjadi di Teluk Aden, reputasi mereka sebagai bandit makin terkenal. Aku percaya pasti masih ada orang Somalia yang baik tetapi ulah teman-teman sebangsa mereka membuat orang Somalia dicap sebagai bangsa perampok……

Copyright: Jhon Erickson Ginting
Sumber: Pengalaman Pribadi