Wanita Paling Berani Yang Pernah Kutemui
Selama karir perjalananku menjelajahi bumi, aku pernah bertemu dengan beberapa “traveler gila” dari berbagai belahan dunia.Aku telah bercerita tentang pertemuanku dengan Paulo dan Jean Paul.Selain itu, aku juga pernah bertemu dengan Brian dari Belfast, Irlandia yang pernah ditembaki gerilyawan di Guatemala.Terus terang, aku sangat kagum dengan keberanian mereka.Nah, dari semua “orang-orang gila” yang pernah kutemui, ada seorang yang wanita yang menurutku sangat gila dan dia bukan traveler seperti yang lainnya.Aku agak lupa namanya, kalau tak salah dia mengaku bernama Maia. Dia dan seorang lagi temannya yang sama-sama berasal dari Philipina bekerja sebagai pekerja domestik (PRT istilah Indonesianya) di “safe house” kami di sebuah apartemen di Sulaymaniah, Irak ketika aku bekerja disana tahun 2007.
Tak ada yang istimewa ketika aku pertama kali bertemu dengan Maia kecuali kemampuannya memasak.Dia memasak makan malam yang sangat enak untuk kami. Aku mengajak Maia ngobrol selepas makan malam karena tidak ada pilihan lain yang bisa kulakukan di sebuah negara yang sedang dilanda perang seperti Irak. Para pengawalku yang merupakan tentara bayaran dari Afrika Selatan lebih memilih tidur setelah menikmati makan malam dan sebotol bir.Sedangkan pegawalku orang Kurdi berjaga-jaga diluar.Mereka tidak ikut masuk ke dalam “safe house”.
Obrolanku dengan Maia dimulai dengan perkenalan sampai akhirnya masuk kepada hal-hal yang bersifat sedikit pribadi. Dari mulut Maia keluarlah cerita yang cukup “gila”, apalagi untuk ukuran seorang cewek kecil mungil seperti dia. Sebelum bekerja sebagai pekerja domestik di “safe house” kami, Maia bekerja sebagai staf di salah satu kantor agen perjalanan di Baghdad. Ketika Amerika menyerang Irak, kehidupan menjadi sulit bagi Maia.Walaupun sulit, Maia tidak menyerah dengan keadaan dan tetap menjalankan tugas melayani para klien.Keberanian Maia dalam melakukan pekerjaan sangat dikagumi oleh bosnya.Dia sudah sangat terbiasa dengan tembak-menembak, serangan bom, dan berbagai insiden lainnya selama masa-masa awal invasi Amerika ke Irak.Mobilnya juga sudah sering ditembaki oleh gerilyawan Irak, tetapi dia tetap lolos dari maut.Hal ini membuat Maia semakin percaya diri sampai dia lupa bahwa dia sedang berada di negara konflik.
Sepandai-pandainya tikus melompat pasti jatuh juga suatu saat.Begitu juga dengan Maia.Ketika sedang mengantar tiket ke salah seorang klien, dia dan seorang temannya yang juga berasal dari Philipina terperangkap dalam sebuah tembak menembak.Mobil yang mereka tumpangi ditembak oleh gerilyawan dengan RPG (Rocket Propeller Granade).Mobil terpental dan hancur berantakan. Maia hanya menderita patah tulang di tangan kanan, sedangkan temannya yang berada pada “posisi yang kurang beruntung” menderita luka bakar yang sangat parah.
Insiden tersebut tetap tidak membuat Maia berhenti bekerja.Dia masih terus melanjutkan pekerjaannya sampai kantornya ditutup karena perang yang semakin berkecamuk. Maia lalu menyingkir ke Sulaymaniah karena perang di kota ini tidak sedahsyat di Baghdad dan bagian selatan Irak lainnya.
Dalam pikiranku, Maia benar-benar “gila” dan nekad.Aku sempat bertanya kenapa dia tidak pulang saja ke Philipina daripada harus menghadapi resiko kena bom dan ditembaki di Irak. Dengan santainya dia bilang bahwa tidak ada yang bisa dia kerjakan di Philipina. Jawabannya tentu saja tidak memuaskan rasa ingin tahuku.Tak mungkin rasanya tak ada pekerjaan yang cocok untuknya di Philipina.Irak juga bukanlah negara satu-satunya yang menjadi tempat orang Philipina mencari makan.Aku bertemu banyak orang Philipina di negara-negara Timur-Tengah yang jauh lebih makmur dari Irak.
Aku benar-benar bingung dengan alasan Maia bertahan di Irak, tetapi aku tak mau bertanya lebih banyak lagi karena hal tersebut memang bukan urusanku.Aku hanya memilih untuk mengagumi keberaniannya. Entah apa yang membuat Maia menjadi sangat berani. Kalau melihat bentuk fisiknya yang kecil mungil, Maia sama sekali tidak cocok dengan profil perempuan pemberani. Mungkin “urat takutnya” sudah putus. Pertemuanku dengan Mia tentu saja membuatku semakin percaya bahwa keberanian tidak ditentukan oleh gender dan ukuran tubuh. Keberanian perlu nyali……:-).
Copyright: Jhon Erickson Ginting
Sumber: Pengalaman Pribadi
Setujaaaaa…. eeh setuju.
Memang bisa dibenarkan pernyataan Maia ini. Temen sy pernah bilang bahwa 90% warna phil mencari pekerjaannya di luar negeri. –Ya ampuuun- lebay.com– Mereka memang lebih suka mengadu peruntungannya di luar negeri. Coba aja lihat di GCC saja, hampir semua level pekerjaan ada phil nya. Mulai dari PRT sampai jenjang level manager.
Walaupun kita sama2 berada di negara ASEAN, tapi sejatinya kita patut bersyukur bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah. Maju terus bangsa ku, merdeka! lol :))
Semtuju…eh setuju Mbak Lily. Orang Philpina emang doyan kerja di negara orang lain. Di Indonesia saja saya punya banyak teman orang Philipino….Di Timur Tengah mereka semua disana….Kita memang kaya sumber daya alam tapi sayang sering dicaplok orang lain…Jadi kita tetap miskin aje nih….hehehehe
regards
J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/
________________________________
bener mas… keberanian tu perlu nyali, kami punya seorang kawan yg penyabar, santun, selalu mengalah & agak sedikit takut kalau dibentak orang, namun anehnya dia sudah terbiasa terjebak kontak tembak dengan gerilyawan, sampek manjat gedung tinggi2, dia juga lolos menyebrangi sniper alley di bosnia dulu………
bagi kami aneh bgt, kalo berhadapan sm orang (negosiasi dsb) dia ciut tapi kalo sm senjata maupun kondisi kritis, tempat2 berbahaya dia terbiasa lho bang….
(dia kerja di UN)
Terimakasih Pak atas sharing ceritanya. Alah bisa karena biasa katanya. Mungkin temannya bapak sudah sangat terbiasa….:-). regards J.E Ginting https://ginting.wordpress.com/